BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam
bidang akuntansi, tidak akan asing lagi
dengan yang namanya Laporan Audit. Audit
merupakan suatu proses pengumpulan data, penilaian ataupun pengevaluasian yang
dilakukan untuk menilai sesuatu apakah telah sesuai dengan kriteria yang
mendasarinya. Audit terdiri dari beberapa macam seperti audit keuangan, audit
kepatuhan dan audit operasional.
Ada beberapa penulis yang
memberikan pengertian audit, diantaranya :
a.
Menurut Mulyadi Auditing adalah suatu
proses sistematik untuk memperoleh
dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai
pernyataan-pernyataan tentang
kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian
antara penyataan -pernyataan tersebut dengan kriteria
yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang
bekepentingan.
b.
Menurut Sukrisno Agoes Auditing
adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan pihak yang indepenen terhadap laporan kuangan yang telah disusun
oleh pihak manajemen, beserta
catatan-catatan pembukuan, beserta catatan-catatan pembukuan dan
bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat
mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
Tujuan
Pemeriksaan umum terhadap laporan keuangan oleh auditor Independen adalah untuk
menyatakan pendapat/opini mengenai kewajiban dalam penyajian posisi keuangan,
hasil operasi, dan perubahan posisi keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku Umum (SAK)
Audit
memerlukan perencanaan yang baik dan sistematis, memperoleh dan mengevaluasi
bukti secara objektif. Setiap informasi yang digunakan oleh auditor untuk
menentukan apakah informasi yang diaudit disajikan sesuai dengan kriteria yang
ditetapkan.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan bukti audit atau evidence
?
2.
Bagaimana peran bukti atau evidence dalam proses
audit ?
3.
Apa saja tipe bukti audit ?
4.
Apakah cukup atau tidak bukti audit yang dilaporkan
dalam laporan audit?
5.
Apa saja kompetensi bukti
audit ?
6.
Bagaimana bukti
audit yang layak sebagai dasar untuk menyatakan pendapat auditor ?
7.
perhitungan sebagai bukti
8.
Bagaimana prosedur audit ?
9.
Keputusan apa yang harus diambil oleh auditor berkaitan dengan bukti
audit ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui apa itu bukti audit atau evidence
2.
Mengetahui peran evidence dalam proses audit
3.
Memgetahui tipe bukti audit
4.
Mengetahui kompetensi bukti
audit
5.
Mengetahu bukti audit yang
layak sebagai dasar untuk menyatakan pendapat auditor
6.
Mengetahui prosedur audit
7.
Mengetahui keputusan yang
harus diambil oleh auditor berkaitan dengan bukti audit
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Bukti
Audit
Bukti adalah sarana persuasi atau memaksa untuk percaya sesuai jenis audit dan tujuan audit. Tujuan
bukti sesuai bidang ilmu: bukti pada ilmu hukum bertujuan menjaga keadilan,
bukti pada ilmu sejarah berguna untuk meyakinkan suatu nilai masa lalu, sedang
bukti pada ilmu auditing laporan keuangan
bertujuan untuk proteksi pembaca laporan keuangan. Dengan demikian pada ilmu
hukum, bukti-bukti yang berlawanan dipertentangkan, bukti lebih meyakinkan
memperoleh kemenangan. Auditee dapat
menyembunyikan bukti berlawanan atau secara tersamar terang-terangan
menghalangi auditor memasuki wilayah bukti berlawanan agar kesimpulan auditor
sesuai dengan harapan auditee.
Keputusan atau kesimpulan audit berbasis bukti berada diatas opini berbasis
perasaan atau emosi, bukti dikumpulkan secara rasional dan sistematis untuk
membentuk opini. Tanpa bukti kompeten yang memadai, auditor gagal melakukan
evaluasi secara efektif, kesimpulan audit tidak rasional dan tidak berpamor.
Bukti audit, antara lain bukti alamiah, bukti reka cipta,
dan argumen rasional. Inventarisasi fisik aset berdasar bukti alamiah tentang
eksistensi kasat mata segala sesuatu merupakan bukti paling meyakinkan. Bukti
reka cipta tidak secara alamiah tersedia harus dibuat oleh manusia. Sebagian
bukti reka cipta mungkin tidak dapat dipahami oleh auditor, misalnya kalkulasi
akutuarial, penentuan tarif diskonto nilai-kini-neto, tarif premi risiko dan
lain-lain yang menjadi dasar penilaian suatu pos laporan keuangan. Bukti
akuntansi dan catatan akuntansi tergolong bukti reka cipta, prosedur analisis
dilakukan auditor dapat meruntuhkan bukti yang sah secara hukum.
Bukti dapat
bertentangan dengan bukti lain untuk memperoleh pengetahuan tertentu. Bukti
secara fisik juga dapat menyesatkan oleh salah lihat, salah identikfikasi,
salah perhitungan jumlah fisik dan malfungsi alat pengukur. Argumen rasional
mungkin menggunakan logika kimia, matematika, dan fisika yang tidak dipahami
semua orang. Auditor menggunakan semua bukti tersebut, auditor forensik yang
berpengalaman dipandu pula oleh indra keenam atau semacam naluri detektif.
Pengetahuan tanpa bukti disebut kepercayaan
(believing), bukti mengantar auditor kepada pengetahuan baru (knowing).
Kebenaran adalah konformitas dengan realitas, dan pengejaran akan kebenaran
berdasar pada pengindraan dan penalaran yang tidak selalu andal.
Bukti
audit meliputi asersi atau meyakinkan akan eksistensi hal-hal yang nyata, baik
secara fisik maupun secara non fisik, asersi peristiwa lalu dan setelah tanggal
laporan, asersi jumlah, kondisi fisik, dan kondisi kualitatif tentang sesuatu,
dan asersi matematis.
Pengambilan keputusan
audit berupa kesimpulan audit atau opini audit meliputi beberapa langkah, yaitu
pengakuan terhadap proposisi yang hendak dibuktikan, penentuan bukti
berprobabilitas tinggi untuk memperoleh posisi mengevaluasi proposisi,
pengumpulan bukti berbingkai waktu dan beranggaran biaya, evaluasi validitas
bukti, dan pengambilan keputusan audit sesuai proposisi yang terkandung dalam
isu audit.
Bukti
audit adalah semua hal yang berpengaruh kepada keputusan audit diperoleh
berdasarkan aplikasi teknik audit dan tergantung dari wewenang, prinsip atau
nilai yang diterima semua pihak, daya persepsi, pengalaman atau kejadian
selanjutnya, dan intuisi. Segala informasi yang mendukung
angka-angka atau informasi lain yang disajikan dalam laporan keuangan, yang
dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar yang layak untuk menyatakan
pendapatnya termasuk bukti audit. Bukti audit yang mendukung laporan keuangan
terdiri dari: data akuntansi dan semua informasi penguat (corroborating
information) yang tersedia bagi auditor.
2.2 Tipe Bukti Audit
Tipe bukti audit dapat dikelompokkan
menjadi dua golongan berikut ini :
1. Tipe Data Akuntansi
a. Pengendalian Intern sebagai Bukti
Pengendalian intern yang dibentuk dalam
setiap kegiatan perusahaan dapat digunakan untuk mengecek ketelitian dan
keandalan data akuntansi. Kesalahan yang timbul akan segera dan secara otomatis
dapat diketahui dengan adanya pebgecekan silang (cross check) dan cara-cara
pembuktian (proof) yang dibentuk di dalamnya. Oleh karena itu, jika auditor
mengetahui bahwa klien telah merancang pengendalian intern dan telah
melaksanakannya dalam kegiatan usahanya setiap hari, hal ini merupakan bukti
audit yang kuat bagi auditor mengenai keandalan informasi yang dicantumkan
dalam laporan keuangan.
b. Catatan Akuntansi sebagai Bukti
Jurnal, buku besar dan buku pembantu
merupakan catatan akuntansi yang digunakan oleh klien untuk mengolah transaksi
keuangan guna menghasilkan laporan keuangan. Oleh karena itu, pada waktu
auditor melakukan verifikasi terhadap suatu jumlah yang tercantum dalam laporan
keuangan, ia akan melakukan penelusuran kembali jumlah tersebut melalui catatan
akuntansi. Denga demikian, catatan akuntansi merupakan bukti audit bagi auditor
mengenai pengolahan transaksi keuangan yang telah dilakukan oleh klien.
Keandalan catatan akuntansi sebagai
bukti audit tergantung pada pengendalian intern yang diterapkan dalam
penyelenggaraan catatan akuntansi tersebut. Sebagai contoh, jika buku pembantu
dipegang oleh karyawan yang tidak memegang buku besar dan secara periodik
diadakan rekonsiliasi antara buku pembantu dengan akun kontrol (controlling
account) yang berkaitan dalam buku besar dan semua jurnal umum harus mendapat
persetujuan tertulis dari manajer akuntansi, maka auditor dapat mengangkat
jurnal, buku besar dan buku pembantu sebagai bukti audit yang andal, yang
mendukung angka-angka dalam laporan keuangan.
Di samping jurnal, buku besar dan buku
pembantu, catatan akuntansi sebagai buku audit meliputi pula rekapitulasi
biaya, penjualan dan rekapitulasi angka yang lain, daftar saldo, laporan
keuangan intern dan laporan keuangan yang dibuat untuk kepentingan manajemen.
2. Informasi Penguat
a. Bukti Fisik
Bukti fisik adalah bukti audit yang
diperoleh dengan cara inspeksi atau perhitungan aktiva berwujud. Tipe bukti ini
pada umumnya dikumpulkan oleh auditor dalam pemeriksaan terhadap sediaan dan
kas. Pemeriksaan teehadap surat berharga, piutang wesel, investasi jangka
panjang dan aktiva berwujud juga memerlukan bukti fisik ini.
Pemeriksaan secara fisik terhadap
aktiva merupakan cara langsung untuk membuktikan kebenaran adanya aktiva
tersebut. Oleh karena itu, untuk jenis aktiva tertentu, bukti fisik dianggap
sebagai bukti audit yang paling andal dan bermanfaat.
b. Bukti Dokumenter
Bukti audit yang paling penting bagi
auditor adalah bukti dokumenter. Tipe bukti audit ini dibuat dari kertas
bertuliskan huruf dan atau angka atau simbol-simbol yang lain. Menurut
sumbernya, bukti dokumenter dapat dibagi menjadi tiga golongan :
1.
Bukti
dokumenter yang dibuat oleh pihak luar yang bebas yang dikirimkan langsung
kepada auditor
2.
Bukti
dokumenter yang dibuat pihak luar yang bebas yang disimpan dalam arsip klien.
3.
Bukti
dokumenter yang dibuat dan disimpan dalam organisasi klien
Dalam menilai keandalan bukti
dokumenter, auditor harus memperhatikan apakah dokumen tersebut dapat dengan
mudah dipalsu atau dibuat oleh karyawan yang tidak jujur. Sebagai contoh,
sertifikat saham yang dibuat dari kertas dan cetakan khusus merupakan bukti
audit yang tidak mudah untuk dipalsu. Di lain pihak sertifikat wesel tagih akan
mudah dibuat hanya dengan mengisi formulir standar yang telah tersedia.
Mutu bukti
dokumenter yang terbaik adalah yang dibuat oleh pihak luar yang bebas, yang
dikirim langsung kepada auditor tanpa melalui tangan klien. Bukti audit ini diperoleh auditor
melalui prosedur audit yang disebut konfirmasi. Konfirmasi adalah penerimaan
suatu jawaban tertulis dari pihak yang bebas, yang berisi verifikasi ketelitian
informasi yang diminta oleh auditor.
Bukti dokumenter yang dibuat oleh
pihak luar organisasi klien, yang diperlukan oleh auditor, umumnya disimpan
dalam arsip klien. Contoh bukti ini adalah rekenig koran bank (bank statement),
faktur dari penjual, serifikat wesel tagih, order pembelian dari customer,
sertifikat saham dan obligasi. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan
tingkat kepercayaan terhadap jenis bukti dokumenter ini adalah apakah dokumen
tersebut dapat dengan mudah diubah atau dibuat oleh karyawan dalam organisasi
klien. Pada umumnya bukti audit yang berasal dari pihak luar dan disimpan dalam
arsip klien ini merupakan bukti audit yang relatif lebih andal bila
dibandingkan dengan bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan dalam organisasi
klien.
Bagi auditor, bukti dokumenter yang
dibuat dan hanya digunakan dalam organisasi klien merupakan bukti audit yang
kualitasnya lebih rendah karena tidak adanya pengecekan dari pihak luar yang
bebas. Contoh bukti dokumenter ini adalah faktur penjualan, surat order
pembelian, bukti pengiriman barang, laporan penerimaan barang, memo kredit dan
berbagai macam dokumen yang lain. Tentu saja faktur penjualan dan surat order
pembelian yang asli dikirim kepada customer atau pemasok, namun tembusan
dokumen-dokumen tersebut, yang tersedia untuk auditor, tidak pernah meniggalkan
organisasi klien, sehingga tidak pernah dicek kebenarannya oleh pihak luar.
Kepercayaan auditor terhadap jenis dokumen yang dibuat dan hanya digunakan
dalam organisasi klien dipengaruhi oleh kekuatan pengendalian intern.
Informasi
yang Dikonfirmasi
|
Konfirmasi
Diperoleh dari
|
Aktiva
1. Kas di
bank
2. Piutang
usaha
3. Piutang
wesel
4. Sediaan
yang dititipkan kepada pihak luar sebagai barang konsinyasi
5. Sediaan
yang disimpan dalam gudang pihak luar
|
Bank
Debitur
Pembuat
wesel
Pihak
yang dititpi barang
Perusahaan
pergudangan
|
Utang
6. Utang
usaha
7. Utang
wesel
8. Persekot
dari customer
9. Utang
hipotek
10. Utang
obligasi
|
Kreditur
Kreditur
Customer
Kreditur
Pemegang
saham
|
Modal
11. Saham
yang beredar
|
Transfer
agent
|
Informasi lain
12. Jumlah
pertanggungan asuransi
13. Utang
bersyarat
14. Surat
berharga yang dijaminkan dalam penarikan utang
|
Perusahaan
asuransi
Penasihat
hukum perusahaan, bank dan sebagainya
Kreditur
|
Salah satu tipe bukti audit yang
penting yang dibuat dalam organisasi klien adalah surat representasi manajemen (letter of representation atau
management representation letter). Surat ini dibuat oleh manajer tertentu dalam
organisasi klien atas permintaan auditor, yang berisi fakta tertentu mengenai
posisi keuangan dan kegiatan perusaahan.
Tujuan auditor meminta surat
representasi manajemen adalah untuk menyadarkan manajemen bahwa tanggungjawab
atas kewajaran laporan keuangan terletak di tangan manajemen. Meskipun surat
representasi manajemen ini merupakan bukti yang penting, tetapi bagi auditor,
bukti audit ini tidak membebaskan dirinya dari tugas untuk melakukan verifikasi
terhadap informasi yang tercantum dalam surat tersebut. Laporan keuangan
sendiri sebenarnya sudah merupakan representasi dari manajemen. Suatu surat
yang ditandatangani oleh manajer keuangan, yang menyatakan bahwa semua utang
telah dicantumkan dalam neraca merupakan reperesentasi lebih lanjut dari
manajemen. Oleh karena itu, surat representasi manajemen tidak setingkat
kompetensinya dengan bukti dokumenter lainnya.
2.3 Cukup atau Tidak
Bukti Audit
Cukup atau tidaknya
bukti audit berkaitan dengan kuantitas bukti yang harus dikumpulkan oleh
auditor. Dalam penentuan cukup atau tidaknya jumlah bukti audit yang harus
dikumpulkan oleh auditor, pertimbangan professional auditor memegang peranan
yang penting. Faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor dalam menentukan
cukup atau tidaknya bukti audit adalah :
·
Materialitas dan
risiko
·
Faktor ekonomi
·
Ukuran dan
karakteristik populasi
a. Materialitas
dan Risiko
Secara
umum, untuk akun yang saldonya besar dalam laporan keuangan diperlukan jumlah
bukti audit yang lebih banyak bila dibandingkan dengan akun yang bersaldo tidak
material. Dengan demikian, jumlah bukti audit yang dikumpulkan oleh auditor
dalam memeriksa sediaan di perusahaan manufaktur akan lebih banyak bila
dibandingkan dengan bukti audit yang dikumpulkan oleh auditor dalam pemeriksaan
terhadap surat berharga.
Untuk
akun yang memiliki kemungkinan tinggi untuk disajikan salah dalam pelaporan
keuangan, jumlah bukti audit yang dikumpulkan oleh auditor umumnya lebih banyak
bila dibandingkan dengan akun yang memiliki kemungkinan kecil untuk salah
disajikan dalam laporan keuangan. Karena penyajian sediaan dalam neraca
memerlukan penentuan data kuantitas sediaan dan nilai sediaan pada tanggal
neraca, resiko salah saji sediaan dalam neraca lebih tinggi bila dibandingkan
dengan risiko salah saji tanah.
b. Faktor
Ekonomi
Pengumpulan
bukti audit yang dilakukan oleh auditor dibatasi oleh dua faktor yaitu waktu
dan biaya. Auditor harus mempertimbangkan faktor ekonomi di dalam menentukan
jumlah dan kompetensi bukti audit yang dikumpulkan. Jika dengan memeriksa
jumlah bukti yang lebih sedikit dapat diperoleh keyakinan yang sama tingginya
dengan pemeriksaan terhadap keseluruhan bukti, auditor memilih untuk memeriksa
jumlah bukti yang lebih sedikit berdasarkan pertimbangan ekonomi biaya dan
manfaat (cost and benefit).
c. Ukuran
dan Karakteristik Populasi
Dalam
pemeriksaan atas unsur-unsur tertentu laporan keuangan, auditor seringakali
menggunakan sampling audit. Dalam sampling audit, auditor memilih secara acak
sebagian anggota populasi untuk diperiksa karaktersitiknya. Umumnya semakin
besar populasi, semakin banyak jumlah bukti audit yang diperiksa oleh auditor.
Kerakterisktik
populasi ditentukan oleh homogentias anggota populasi. Jika auditor menghadapi
populasi dengan anggota yang homogen, jumlah bukti audit yang dipilih dari
populasi tersebut lebih kecil bila dibandingkan dengan populasi yang beranggota
hiterogen.
2.4 Kompetensi Bukti
Audit
Kompetensi bukti audit
berhubungan dengan kualitas atau keandalan data akuntasi dan informasi penguat.
a. Kompetensi
Data Akuntansi
Keandalan catatan akuntasi dipengaruhi secara
langsung oleh efektivitas pengendalian intern. Pengendalian intern yang kuat
menyebabkan keandalan catatan akuntasi dan bukti-bukti lainnya yang dibuat
dalam organisasi klien. Sebalinya, pengendalian klien yang lemah seringkali
tidak dapat mencegah atau mendeteksi kekeliruan dan ketidakberesan yang terjadi
dalam proses akuntansi.
b. Kompetensi
Informasi Penguat
Kompetensi
informasi penguat dipengaruhi oleh berbagai faktor berikut ini :
·
Relevansi
Faktor relevansi
berarti bahwa bukti audit harus berkaitan dengan tujuan audit. Jika tujuan
audit adalah untuk menentukan eksistensi sediaan yang dicantumkan oleh klien
dalam neraca, auditor harus memperoleh bukti dengan melakukan pengamatan
terhadap penghitungan fisik sediaan yang dilakukan oleh klien. Namun, bukti
audit tersebut tidak akan relevan dengan tujuan audit yang lain, seperti untuk
menentukan kepemilikan (asersi hak dan kewajiban) serta asersi penilaian.
·
Sumber
Bukti audit yang
berasal dari sumber di luar organisasi klien pada umumnya merupakan bukti yang
tingkat kompetensinya dianggap tinggi. Dalam audit, auditor dapat memperoleh
informasi secara langsung dengan cara pemeriksaan tangan pertama, pengamatan,
dan perhitungan yang dilakukan sendiri oleh auditor tersebut. Auditor juga
melakukan pemeriksaan secara tidak langsung, yaitu dengan mengumpulkan
informasi tangan kedua. Bukti audit yang diperoleh dengan cara pertama relatif
lebih tinggi tingkat kompetensinya bila disbanding dengan bukti audit yang
dikumpulkan dengan cara kedua.
·
Ketepatan Waktu
Ketepatan waktu
berkaitan dengan tanggal berlakunya bukti yang diperoleh auditor. Ketapatan
waktu pemerolehan bukti audit sangat penting dalam memverifikasi aktiva lancar,
utang lancar, dan saldo laba rugi yang bersangkutan. Untuk akun-akun yang harus
memperoleh bukti bahwa klien telah melakukan pisah batas sememestinya (proper
cutoff) transaksi kas, penjualan, dan pembelian pada tanggal neraca.
Pemerolehan bukti ini akan mudah dilakukan jika auditor menerapkan prosedur
audit pada atau mendekati tanggal neraca. Demikian pula, bukti audit yang
diperoleh dari penghitungan fisik terhadap kas dan surat berharga pada tanggal
neraca akan memberikan bukti yang lebih baik tentang kuantitas aktiva tersebut
yang ada di tangan klien pada tanggal neraca dibandingkan bila bukti tersebut
diperoleh auditor pada tanggal lain.
·
Objektivitas
Bukti yang bersifat
objektif umumnya dianggap lebih andal dibandingkan dengan bukti yang bersifat
subjektif. Sebagai contoh, bukti tentang eksistensi aktiva tetap berwujud akan
lebih kompeten bila diperoleh melalui inspeksi fisik, karena secara objektif
bukti tersebut lebih konklusif. Bukti yang diperoleh dari pihak luar entitas
yang diaudit dipandang lebih bersifat objektif dibandingkan dengan bukti yang
hanya bersumber dari klien. Bukti yang mendukung estimasi manajemen tentang
keusangan sediaan dan jaminan purna jual produk merupakan bukti yang subjektif
sifatnya. Dalam menghadapi bukti yang bersifat subjektif ini, auditor harus
mempertimbangkan kompetensi dan integritas karyawan yang diberi wewenang untuk
melakukan estimasi dan menilai apakah proses pengambilan keputusan yang
semestinya diikuti ileh klien dalam mempertimbangkan estimasi tersebut.
2.5 Bukti Audit
sebagai Dasar yang Layak untuk Menyatakan Pendapat Auditor
Kata penting lain yang terdapat dalam
standar pekerjaan lapangan ketiga adalah "sebagai dasar yang layak untuk
menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit." Standar pekerjaan
lapangan ketiga ini tidak mengharuskan auditor untuk menjadikan bukti audit
yang dikumpulkannya sebagai suatu dasar yang absolut bagi pendapat yang
dinyatakan atas laporan keuangan auditan. Dasar yang layak berkaitan dengan
tingkat keyakinan secara keseluruhan yang diperlukan oleh auditor untuk
menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan.
Pertimbangan auditor tentang kelayakan
bukti audit dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini :
a. Pertimbangan profesional
Pertimbangan
profesional merupakan salah satu faktor yang menentukan keseragaman penerapan
mutu dan jumlah bukti yang diperlukan dalam audit. Pernyataan Standar Auditing
(PSA) yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia berisi persyaratan tentang
bukti audit dan memberikan panduan tentang cara yang harus ditempuh oleh
auditor untuk memenuhi persyaratan tersebut. Auditor diharuskan memberikan
alasan setiap penyimpangan dari Pernyataan Standar Auditing.
b. Integritas Manajemen
Manajemen
bertanggung jawab atas asersi yang tercantum dalam laporan keuangan. Manajemen
juga berada dalam posisi untuk mengendalikan sebagian besar bukti penguat dan
data akuntansi yang mendukung laporan keuangan. Oleh karena itu, auditor akan
meminta bukti kompeten jika terdapat keraguan terhadap integritas manajemen.
c. Kepemilikan Publik versus Terbuka
Umumnya auditor
memerlukan tingkat keyakinan yang lebih tinggi dalam audit atas laporan
keuangan perusahaan publik (misalnya PT yang go public) dibandingkan dengan
audit atas laporan keuangan perusahaan yang dimiliki oleh kalangan terbatas
(misalnya PT Tertutup). Hal ini disebabkan karena dalam audit atas laporan
keuangan perusahaan perusahaan publik, laporan audit digunakan oleh pemakai
dari kalangan lebih luas, dan pemakai laporan audit tersebut hanya mengandalkan
pengambilan keputusan investasinya terutama atas lapran keuangan auditan.
d. Kondisi Keuangan
Umumnya jika
suatu perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan proses kebangkrutan,
pihak-pihak yang berkepentingan, seperti kreditur akan meletakan kesalahan di
pundak auditor, karena kegagalan auditor untuk menberikan peringata sebelumnya
mengenai memburuknya kondisi keuangan perusahaan. Dalam keadaan ini, auditor
harus mempertahankan pendapatnya atas laporan keuangan auditan dan mutu
pekerjaan audit yang telah dilaksanakan.
2.6 Perhitungan Sebagai
Bukti
Perhitungan yang dilakukan sendiri oleh auditor untuk
membuktikan ketelitian perhitungan yang terdapat dalam catatan klien merupakan
salah satu bukti audit yang bersifat kuantitatif. Contoh bukti audit ini adalah
:
1. Footing,
yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan vertikal.
2. Cross
footing, yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan horizontal.
3. Pembuktian
ketelitian perhitungan biaya depresiasi dengan cara menggunakan tarif
depresiasi yang digunakan oleh klien
4. Pembuktian
ketelitian penentuan taksiran kerugian piutang usaha, laba per saham yang
beredar, taksiran pajak perseroan dan lain-lain.
a. Bukti
Lisan
Dalam
melaksanakan audit, auditor tidak berhubungan dengan angka, namun berhubungan
dengan orang, terutama para manajer. Oleh karena itu, dalam rangka mengumpulkan
bukti audit, auditor banyak meminta keterangan secara lisan. Permintaan
keterangan secara lisan oleh auditor kepada karyawan kliennya tersebut akan
menghasilkan informasi tertulis atau lisan. Keterangan yang diminta oleh
auditor akan meliputi masalah-masalah yang luas, seperti kebijakan akuntansi,
lokasi catatan dan dokumen, alasan penggunaan prinsip akuntansi yang tidak
berterima umum di Indonesia, kemungkinan pengumpulan piutang usaha yang sudah
lama tidak tertagih, dan kemungkinan adanya utang bersyarat.
Jawaban
lisan yang diperoleh dari permintaan keterangan tersebut merupakan tipe bukti
lisan. Umumnya bukti lisan tidak cukup, tetapi bukti audit ini dapat menujukkan
situasi yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut atau pengumpulan bukti audit
lain yang akan menguatkan bukti lisan tersebut.
b. Perbandingan
Untuk
menentukan akun atau transaksi yang akan dipisahkan guna penyelidikan yang
lebih intensif, auditor melakukan analisis terhadap perbandingan setiap aktiva,
utang, penghasilan dan biaya dengan saldo yang berkaitan dalam tahun
sebelumnya. Jika terdapat perubahan yang bersifat luar biasa, diadakan penyelidikan
sampai auditor memperoleh alasan yang masuk akal mengenai penyebabnya. Sebagai
contoh, tipe bukti audit ini adalah perbandingan jumlah biaya reparasi dan
pemeliharaan aktiva tetap tahun tertentu dengan tahun sebelumnya, jika
perbedannya cukup signifikan, auditor kemudian mencari informasi penyebab
terjadinya perubahan biaya tersebut.
Di
samping membandingkan jumlah rupiah dari tahun ke tahun, auditor juga
mempelajari hubungan persentase berbagai unsur dalam laporan keuangan. Bukti
audit berupa perbandingan dan ratio ini dikumpulkan oleh auditor pada awal
audit untuk membantu penentuan objek audit yang memerlukan penyelidikan yang
mendalam dan diperiksa kembali pada akhir audit untuk menguatkan
kesimpulan-kesimpulan yang dibuat atas dasar bukti –bukti lain.
c. Bukti
dari Spesialis
Spesialis
adalah seorang atau perusahaan yang memiliki keahlian atau pengetahuan khusus
dalam bidang selain akuntansi dan auditing. Contohnya adalah, pengacara,
insinyur sipil, geologist, penilai (appraiser).
Berbagai
contoh tipe masalah yang kemungkinan menurut pertimbangan auditor memerlukan
pekerjaan spesialis meliputi, namun tidak terbatas pada hal-hal berikut ini :
a. Penilaian
(misalnya karya seni, obat-obatan khusus, dan restricted securities)
b. Penentuan
karakteristik fisik yang berhubungan dengan kuantitas yang tersedia atau
kondisi (misalnya cadangan mineral atau tumpukan bahan baku yang ada di
gudang).
c. Penentuan
nilai yang diperoleh dengan menggunakan teknik atau metode khusus (misalnya
beberapa perhitungan actuarial)
d. Penafsiran
persyaratan teknis, peraturan atau persetujuan (misalnya pengaruh potensial
kontrak atau dokumen hokum lainnya, atau hak atas properti)
Dalam
audit terhadap sediaan, auditor bukan orang yang ahli dalam menentukan mutu
sediaan. Begitu juga dalam hal penentuan besarnya cadangan sumber alam yang
terkandung dalam tanah, auditor harus mengadakan konsultasi dengan spesialis
yang sesuai, yaitu geologist. Pada umumnya spesialis yang digunakan oleh
auditor bukan orang atau perusahaan yang mempunyai hubungan dengan klien.
Penentuan persyaratan keahlian dan nama baik spesialis sepenuhnya berada di
tangan auditor.
Auditor
harus membuat surat perjanjian kerja dengan spesialis, tetapi tidak boleh
menerima begitu saja hasil-hasil penemuan spesialis tersebut. Ia harus memahami
metode-metode dan asumsi-asumsi yang digunakan oleh spesialis tersebut dan
harus melakukan pengujian terhadap data akuntansi yang diserahkan oleh klien
kepada spesialis tersebut. Auditor dapat menerima hasil penemuan spesilalis
tersebut sebagai bukti audit yang andal, kecuali jika menurut hasil
pengujiannya menyebabkan ia berkesimpulan bahwa hasil penemuan spesialis
sebagai bukti audit yang kompeten, hasil kerja spesialis tersebut tidak perlu
disebut dalam laporan auditor yang berisi pendapat wajar. Panduan penggunaan
bukti audit dari spesialis diatur dalam SA seksi 336 Penggunaan Pekerjaan
Spesialis.
2.7 Prosedur Audit
Prosedur
audit adalah instruksi rinci untuk mengumpulkan tipe bukti audit tertentu yang
harus diperoleh pada saat tertentu dalam audit. Prosedur audit yang disebutkan
dalam standar tersebut meliputi inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan,
dan konfirmasi.
Disamping
auditor memakai prosedur audit yang disebutkan dalam standar tersebut, auditor
melaksanakan berbagai prosedur audit lainnya. Prosedur audit lain tersebut
meliputi penelusuran, pemeriksaan bukti pendukung, penghitungan dan scanning.
Dengan demikian prosedur audit yang biasa dilakukan oleh auditor meliputi :
1. Inspeksi
Inspeksi
merupakan pemeriksaan secara rinci terhadap dokumen atau kondisi fisik sesuatu.
Prosedur audit ini banyak dilakukan oleh auditor. Dengan melakukan inspeksi
terhadap sebuah dokumen, auditor akan dapat menentukan keaslian dokumen
tersebut. Dengan melakukan inspeksi terhadap kondisi fisik suatu aktiva tetap
misalnya, auditor akan dapat memperoleh informasi mengenai eksistensi dan
keadaan fisik aktiva tersebut.
2. Pengamatan
Pengamatan
atau observasi merupakan prosedur audit yang digunakan oleh auditor untuk
melihat atau meyaksikan pelaksanaan suatu kegiatan. Contoh kegiatan yang biasa
diamati oleh auditor dalam auditnya adalah penghitungan fisik sediaan yang ada
di gudang klien, pembuatan dan persetujuan voucher, cara penyimpanan kas yang
ada di tangan klien. Dengan pengamatan ini auditor akan dapat memperoleh bukti
visual mengenai pelaksanaan suatu kegiatan. Objek yang diamati auditor adalah
karyawan, prosedur dan proses.
3. Konfirmasi
Konfirmasi merupakan bentuk penyelidikan yang
memungkinkan auditor memperoleh informasi secara langsung dari pihak ketiga yang
bebas. Prosedur yang biasa ditempuh oleh auditor dalam konfirmasi ini adalah
sebagai berikut :
1. Auditor
meminta dari klien untuk menanyakan informasi tertentu kepada pihak luar.
2. Klien
meminta kepada pihak luar yang ditunjuk oleh auditor untuk memberikan jawaban
langsung kepada auditor mengenai informasi yang ditanyakan oleh auditor
tersebut.
3. Auditor
menerima jawaban langsung dari pihak ketiga tersebut.
4. Permintaan
keterangan
Permintaan keterangan merupakan prosedur audit yang
dilakukan dengan meminta keterangan secara lisan. Bukti audit yang dihasilkan
dari prosedur ini adalah bukti lisan dan bukti dokumenter. Contoh prosedur
audit ini adalah permintaan keterangan auditor mengenai tingkat keusangan
sediaan yang ada di gudang, permintaan keterangan yang diajukan kepada
penasihat hukum klien mengenai kemungkinan keputusan perkara pengadilan yang
sedang ditangani oleh penasihat hukum tersebut.
5. Penelusuran
Dalam
melaksanakan prosedur audit ini, auditor melakukan penelusuran informasi sejak
mula-mula data tersebut direkam pertama kali dalam dokumen, dilanjutkan dengan
pelacakan pengolahan data tersebut dalam proses akuntansi. Prosedur audit ini
terutama diterapkan terhadap bukti dokumenter. Contoh prosedur penelusuran yang
dilakukan oleh auditor adalah pemeriksaan terhadap transaksi penjualan yang
dimulai oleh auditor dengan memeriksa informasi dalam surat order dari
customer, diusut kemudian dengan informasi yang berkaitan dalam surat order
penjualan, laporan pengiriman barang, faktur penjualan, dan akun piutang usaha
dalam buku pembantu piutang usaha. Penelusuran dilakukan dengan tujuan untuk
menentukan ketelitian dan kelengkapan catatan akuntansi.
6. Pemeriksaan
dokumen pendukung
Pemeriksaan
dokumen pendukung (vouching) merupakan prosedur audit yang meliputi:
1. Inspeksi
terhadap dokumen-dokumen yang mendukung suatu transaksi atau data keuangan
untuk menentukan kewajaran dan kebenarannya.
2. Pembandingan
dokumen tersebut dengan catatan akuntansi yang berkaitan.
Prosedur
audit ini berlawanan arahnya dengan prosedur penelusuran. Dalam penelusuran,
bertolak dari dokumen kemudian mengusut pencatatannya ke dalam catatan-catatan
akuntansi yang berkaitan, sedangkan dalam vouching, auditor bertolak dari
catatan akuntansi, kembali memeriksa dokumen-dokumen yang mendukung informasi
yang dicatat dalam catatan tersebut. Prosedur ini dilaksanakan dengan tujuan
untuk memperoleh bukti audit mengenai kebenaran perlakuan akuntansi terhadap
transaksi yang terjadi.
7. Penghitungan
(counting)
Prosedur
audit ini meliputi :
1. Penghitungan
fisik terhadap sumber daya berwujud seperti kas atau sediaan tangan
2. Pertanggungjawaban
semua formulir bernomor urut tercetak.
Penghitungan fisik
digunakan untuk mengevaluasi bukti fisik kuantitas yang ada ditangan, sedangkan
pertanggungjawaban formulir bernomor urut tercetak digunakan untuk mengevaluasi
bukti dokumenter yang mendukung kelengkapan kelengkapan catatan akuntansi.
8. Scanning
Scanning
merupakan review secara cepat terhadap dokumen, catatan dan daftar untuk
mendeteksi unsur-unsur yang tampak tidak biasa yang memerlukan penyelidikan
lebih mendalam.
9. Pelaksanaan
ulang (reperforming)
Prosedur
audit ini merupakan pengulangan aktivitas yang dilaksanakan oleh klien. Umumnya
pelaksanaan ulang diterapkan pada penghitungan dan rekonsiliasi yang telah
dilakukan oleh klien. Contohnya adalah penghitungan ulang jumlah total dalam
jurnal, perhitungan ulang biaya depresiasi, biaya bunga terutang, perkalian
antara kuantitas dengan harga satuan dalam inventory summary sheers, dan
penghitungan ulang penjumlahan dalam rekonsiliasi bank.
10. Teknik
audit berbantuan komputer (computer-assisted audit techniques)
Bilamana
catatan akuntansi klien diselanggarakan dalam media elektronik, auditor perlu
menggunakan computer-assisted audit techniques dalam menggunakan berbagai
prosedur audit yang dijelaskan di atas. Sebagai contoh, auditor menggunakan
suatu computer audit software tertentu dalam melaksanakan penghitungan jumlah
saldo piutang usaha menurut buku pembantu piutang usaha, pemilihan nama debitur
yang akan dikirimu surat konfirmasi, penghitungan berbagai ratio dalam prosedur
analitik, perbandingan unsur data yang terdapat dalam berbagai files. SA seksi
327 Teknik Audit Berbantuan Komputer memberikan panduan bagi auditor tentang
penggunaan komputer dalam audit di lingkungan sistem informasi komputer.
Gambar
berikut ini memperlihatkan hubungan antara tipe bukti audit dan prosedur audit
yang biasa digunakan oleh auditor untuk mendapatkan bukti audit.
Tipe Bukti
|
Prosedur Audit
|
Contoh Penerapan Prosedur Audit
|
Bukti fisik
|
Inspeksi
Penghitungan
|
Inspeksi mesin pabrik
Penghitungan kas
|
Bukti dokumenter
|
Konfirmasi
Inspeksi
Penelusuran
Wawancara
|
Konfirmasi saldo bank
Inspeksi faktur penjualan
Menelusuri faktur penjualan ke dalam
kartu piutang usaha
Wawancara dengan penasihat hukum klien
menghasilkan surat pernyataan dari penasihat hukum tersebut
|
Bukti perhitungan
|
Penghitungan kembali
|
Footing terhadap jurnal penjualan
Cross-footing terhadap jurnal
pembelian
|
Bukti lisan
|
Wawancara
|
Meminta keterangan tentang tingkat
keusangan sediaan di gudang
|
Bukti perbandingan
|
Prosedur analitik
|
Membandingkan realisasi penjualan
dengan anggarannya
|
2.8 Keputusan
Yang Harus Diambil Oleh Auditor Berkaitan Dengan Bukti Audit
Dalam
proses pengumpulan bukti audit, auditor melakukan empat pengambilan keputusan
yang saling berkaitan, yaitu :
1. Penentuan
Prosedur Audit yang Akan Digunakan
Untuk
mengumpulkan bukti audit, auditor menggunakan prosedur audit. Contoh prosedur
audit disajikan berikut ini :
1. Hitung
penerimaan kas yang belum disetor pada tanggal neraca dan awasi uang kas
tersebut sampai dengan saat penyetoran ke bank.
2. Mintalah
cut-off bank statement dari bank kira-kira untuk jangka waktu dua minggu
setelah tanggal neraca
3. Lakukan
pengamatan terhadap penghitungan fisik sediaan yang diselenggarakan oleh klien.
Daftar prosedur audit
untuk seluruh audit unsur tertentu disebut program audit. Pada umumnya program
audit juga menyebutkan besarnya sampel, tanggal pelaksanaan prosedur audit, dan
pelaksana prosedur audit tersebut.
2. Penentuan
Besarnya Sampel
Jika
prosedur audit telah ditetapkan, auditor dapat menentukan besarnya sampel yang
berbeda dari satu unsur dengan unsur yang lain dalam populasi yang sedang diperiksa.
Keputusan mengenai banyak unsur yang harus diuji harus diambil oleh auditor
untuk setiap prosedur audit. Besarnya sampel akan berbed-beda diantara audit
yang satu dengan audit yang lain dan dari prosedur yang satu ke prosedur audit
yang lain.
3. Penentuan
Unsur Tertentu yang Dipilih Sebagai Anggota Sampel
Setelah
besarnya sampel ditentukan untuk prosedur audit tertentu, auditor masih harus
memutuskan unsur mana yang akan dipilih sebagai anggota sampel untuk diperiksa.
Sebagai contoh, auditor telah menentukan bahwa 400 faktur penjualan dari
populasi sebesar 1500 akan diperiksa mengenai otorisasi dan ketelitian yang
tercantum di dalamnya. Auditor dapat menggunakan beberapa metode yang berbeda
untuk memilih 400 faktur penjualan dari popuasi tersebut. Tiga metode yang
mungkin digunakan oleh auditor adalah memilih minggu tertentu sebagai periode
pengujian (test period) dan memeriksa 400 faktur penjualan pertama yang dibuat
dalam minggu tersebut, memilih 400 faktur penjualan yang berisi total rupiah di
atas Rp.40.000, memilih 400 faktur penjualan tersebut secara acak.
4. Penentuan
Waktu yang Cocok untuk melaksanakan Prosedur Audit
Karena
audit terhadap laporan keuangan meliputi suatu jangka waktu tertentu, biasanya
1 tahun, maka auditor dapat mulai mengumpulkan bukti audit segera setelah awal
tahun. Dan karena audit biasanya baru dapat diselesaikan beberapa minggu atau
bulan setelah tanggal neraca, maka prosedur audit dapat digunakan pada awal
tahun yang diaudit, akhir tahun yang diaudit, atau beberapa minggu atau bulan
setelah tanggal neraca. Umumnya. Klien menghendaki audit diselesaikan dalam
jangka waktu satu sampai dengan tiga bulan setelah tanggal neraca.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Contoh Kasus
Contoh Kasus Fraud yang terjadi pada PT. KIMIA FARMA:
PT Kimia Farma merupakan salah satu dari produsen
obat-obatan milik pemerintah yang ada di Indonesia. Pada audit tanggal 31
Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih yaitu
sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta &
Mustofa(HTM).
Namun, Kementrian BUMN dan BAPEPAM menilai bahwa laba bersih
tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit
ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali
dan hasilnya telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar.
Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan
hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau
24,7% dari laba awal yang telah dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri
Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar,
pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9
miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar
Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar. Diduga upaya
penggelembungan dana yang dilakukan oleh pihak direksi Kimia Farma, dilakukan
untuk menarik para investor untuk menanamkan modalnya kepada PT. Kimia Farma.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul
karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia
Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga
persediaan pada tanggal 1 dan 3 Februari2002. Daftar harga per 3 Februari ini
telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada
unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001.
Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan
adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut
dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak
berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang
mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang
berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut
juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut. Sebagai
akibat dari kejadiannya, ini maka PT Kimia Farma dikenakan denda sebesar Rp 500
juta, direksi lama PT Kimia Farma terkena denda Rp 1 miliar, serta partner HTM
yang mengaudit Kimia Farma didenda sebesar 100 juta rupiah. Kesalahan yang
dilakukan oleh partner HTM tersebut adalah bahwa ia tidak berhasil mengatasi
risiko audit dalam mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan PT
Kimia Farma, walaupun ia telah menjalankan audit sesuai SPAP.
3.2 Pembahasan Kasus
Menurut kami dalam kasus PT. Kimia
Farma ini melibatkan direktur produksi PT. Kimia Farma dan KAP Hans Tuanakotta &
Mustofa(HTM) yang mengaudit laporan dari PT Kimia Farma dan melakukan
kecurangan yang mendasar dengan melaporkan laba bersih sebesar 132 milyar.
Kecurangan ini terkait dengan Bukti audit yang memanipulasi data akuntansi
yaitu dengan melakukan pencatatan ganda atas penjualan. Kecurangan tersebut
dilakukan untuk menarik para investor agar menanamkan modalnya pada PT. Kimia
Farma.
Seharusnya dalam laporan audit, bukti
yang dilaporkan harus sesuai dengan kompetensi bukti audit yang berhubungan
dengan kualitas atau keandalan data akuntansi dan informasi penguat, yaitu
terdiri dari :
a. Kompetensi
Data Akuntansi
b. Kompetensi
Informasi Penguat, yang terdiri dari:
·
Relevansi
·
Sumber
·
Ketepatan Waktu
·
Objektivitas
Kesalahan yang dilakukan oleh KAP
Hans Tuanakotta & Mustofa(HTM) adalah gagal mendeteksi kecurangan yang
dilakukan oleh PT. Kima Farma. hal ini terjadi mungkin dikarenakan kekeliruan
KAP tersebut dalam mengaudit laporan keuangannya. Bagi auditor, bukti
dokumenter yang dibuat dan hanya digunakan dalam organisasi klien merupakan
bukti audit yang kualitasnya lebih rendah karena tidak adanya pengecekan dari
pihak luar yang bebas. Contoh bukti dokumenter ini adalah faktur penjualan,
surat order pembelian, bukti pengiriman barang, laporan penerimaan barang, memo
kredit dan berbagai macam dokumen yang lain. Tentu saja faktur penjualan dan
surat order pembelian yang asli dikirim kepada customer atau pemasok, namun
tembusan dokumen-dokumen tersebut, yang tersedia untuk auditor, tidak pernah
meniggalkan organisasi klien, sehingga tidak pernah dicek kebenarannya oleh
pihak luar. Kepercayaan auditor terhadap jenis dokumen yang dibuat dan hanya
digunakan dalam organisasi klien dipengaruhi oleh kekuatan pengendalian intern.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bukti audit adalah
semua hal yang berpengaruh kepada keputusan audit diperoleh berdasarkan
aplikasi teknik audit dan tergantung dari wewenang, prinsip atau nilai yang
diterima semua pihak, daya persepsi, pengalaman atau kejadian selanjutnya, dan
intuisi. Segala informasi yang mendukung angka-angka atau informasi lain yang
disajikan dalam laporan keuangan, yang dapat digunakan oleh auditor sebagai
dasar yang layak untuk menyatakan pendapatnya termasuk bukti audit. Bukti audit
yang mendukung laporan keuangan terdiri dari: data akuntansi dan semua
informasi penguat (corroborating information) yang tersedia bagi auditor.
Tipe bukti audit dapat dikelompokkan
menjadi dua golongan berikut ini :
1. Tipe Data Akuntansi
Tipe data akuntasi terdiri dari :
·
Pengendalian
Intern sebagai Bukti
·
Catatan
Akuntansi sebagai Bukti
2. Informasi Penguat
Informasi Penguat terdiri dari :
·
Bukti Fisik
·
Bukti
Dokumenter
Cukup atau tidaknya
bukti audit berkaitan dengan kuantitas bukti yang harus dikumpulkan oleh
auditor. Faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor dalam menentukan cukup
atau tidaknya bukti audit adalah :
1. Materialitas
dan risiko
2. Faktor
ekonomi
3. Ukuran
dan karakteristik populasi
Kompetensi bukti audit
berhubungan dengan kualitas atau keandalan data akuntasi dan informasi penguat.
1. Kompetensi
Data Akuntansi
Keandalan catatan akuntasi dipengaruhi
secara langsung oleh efektivitas pengendalian intern. Pengendalian intern yang
kuat menyebabkan keandalan catatan akuntasi dan bukti-bukti lainnya yang dibuat
dalam organisasi klien. Sebalinya, pengendalian klien yang lemah seringkali
tidak dapat mencegah atau mendeteksi kekeliruan dan ketidakberesan yang terjadi
dalam proses akuntansi.
2. Kompetensi
Informasi Penguat
Kompetensi informasi
penguat dipengaruhi oleh berbagai faktor berikut ini :
·
Relevansi
·
Sumber
·
Ketepatan Waktu
·
Objektivitas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar