Laman

Rabu, 06 Mei 2015

Audit



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Dalam bidang akuntansi, tidak akan asing lagi dengan yang namanya Laporan Audit. Audit merupakan suatu proses pengumpulan data, penilaian ataupun pengevaluasian yang dilakukan untuk menilai sesuatu apakah telah sesuai dengan kriteria yang mendasarinya. Audit terdiri dari beberapa macam seperti audit keuangan, audit kepatuhan dan audit operasional.
Ada beberapa penulis yang memberikan pengertian audit, diantaranya :
a.       Menurut Mulyadi Auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan  mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara penyataan -pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang bekepentingan.
b.      Menurut Sukrisno Agoes Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan pihak yang indepenen terhadap laporan kuangan yang telah disusun oleh pihak manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
Tujuan Pemeriksaan umum terhadap laporan keuangan oleh auditor Independen adalah untuk menyatakan pendapat/opini mengenai kewajiban dalam penyajian posisi keuangan, hasil operasi, dan perubahan posisi keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku Umum (SAK)
Audit memerlukan perencanaan yang baik dan sistematis, memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif. Setiap informasi yang digunakan oleh auditor untuk menentukan apakah informasi yang diaudit disajikan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan bukti audit atau evidence ?
2.      Bagaimana peran bukti atau evidence dalam proses audit ?
3.      Apa saja tipe bukti audit ?
4.      Apakah cukup atau tidak bukti audit yang dilaporkan dalam laporan audit?
5.      Apa saja kompetensi bukti audit ?
6.      Bagaimana bukti audit yang layak sebagai dasar untuk menyatakan pendapat auditor ?
7.      perhitungan sebagai bukti
8.      Bagaimana prosedur audit ?
9.      Keputusan apa yang harus diambil oleh auditor berkaitan dengan bukti audit ?

1.3    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui apa itu bukti audit atau evidence
2.      Mengetahui peran evidence dalam proses audit
3.      Memgetahui tipe bukti audit
4.      Mengetahui kompetensi bukti audit
5.      Mengetahu bukti audit yang layak sebagai dasar untuk menyatakan pendapat auditor
6.      Mengetahui prosedur audit
7.      Mengetahui keputusan yang harus diambil oleh auditor berkaitan dengan bukti audit



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Pengertian Bukti Audit
Bukti adalah sarana persuasi atau  memaksa untuk percaya sesuai jenis audit dan tujuan audit. Tujuan bukti sesuai bidang ilmu: bukti pada ilmu hukum bertujuan menjaga keadilan, bukti pada ilmu sejarah berguna untuk meyakinkan suatu nilai masa lalu, sedang bukti pada ilmu auditing laporan keuangan bertujuan untuk proteksi pembaca laporan keuangan. Dengan demikian pada ilmu hukum, bukti-bukti yang berlawanan dipertentangkan, bukti lebih meyakinkan memperoleh kemenangan. Auditee dapat menyembunyikan bukti berlawanan atau secara tersamar terang-terangan menghalangi auditor memasuki wilayah bukti berlawanan agar kesimpulan auditor sesuai dengan harapan auditee. Keputusan atau kesimpulan audit berbasis bukti berada diatas opini berbasis perasaan atau emosi, bukti dikumpulkan secara rasional dan sistematis untuk membentuk opini. Tanpa bukti kompeten yang memadai, auditor gagal melakukan evaluasi secara efektif, kesimpulan audit tidak rasional dan tidak berpamor.
Bukti audit, antara lain bukti alamiah, bukti reka cipta, dan argumen rasional. Inventarisasi fisik aset berdasar bukti alamiah tentang eksistensi kasat mata segala sesuatu merupakan bukti paling meyakinkan. Bukti reka cipta tidak secara alamiah tersedia harus dibuat oleh manusia. Sebagian bukti reka cipta mungkin tidak dapat dipahami oleh auditor, misalnya kalkulasi akutuarial, penentuan tarif diskonto nilai-kini-neto, tarif premi risiko dan lain-lain yang menjadi dasar penilaian suatu pos laporan keuangan. Bukti akuntansi dan catatan akuntansi tergolong bukti reka cipta, prosedur analisis dilakukan auditor dapat meruntuhkan bukti yang sah secara hukum.
Bukti dapat bertentangan dengan bukti lain untuk memperoleh pengetahuan tertentu. Bukti secara fisik juga dapat menyesatkan oleh salah lihat, salah identikfikasi, salah perhitungan jumlah fisik dan malfungsi alat pengukur. Argumen rasional mungkin menggunakan logika kimia, matematika, dan fisika yang tidak dipahami semua orang. Auditor menggunakan semua bukti tersebut, auditor forensik yang berpengalaman dipandu pula oleh indra keenam atau semacam naluri detektif.
Pengetahuan tanpa bukti disebut kepercayaan (believing), bukti mengantar auditor kepada pengetahuan baru (knowing). Kebenaran adalah konformitas dengan realitas, dan pengejaran akan kebenaran berdasar pada pengindraan dan penalaran yang tidak selalu andal.
Bukti audit meliputi asersi atau meyakinkan akan eksistensi hal-hal yang nyata, baik secara fisik maupun secara non fisik, asersi peristiwa lalu dan setelah tanggal laporan, asersi jumlah, kondisi fisik, dan kondisi kualitatif tentang sesuatu, dan asersi matematis.
Pengambilan keputusan audit berupa kesimpulan audit atau opini audit meliputi beberapa langkah, yaitu pengakuan terhadap proposisi yang hendak dibuktikan, penentuan bukti berprobabilitas tinggi untuk memperoleh posisi mengevaluasi proposisi, pengumpulan bukti berbingkai waktu dan beranggaran biaya, evaluasi validitas bukti, dan pengambilan keputusan audit sesuai proposisi yang terkandung dalam isu audit.
Bukti audit adalah semua hal yang berpengaruh kepada keputusan audit diperoleh berdasarkan aplikasi teknik audit dan tergantung dari wewenang, prinsip atau nilai yang diterima semua pihak, daya persepsi, pengalaman atau kejadian selanjutnya, dan intuisi. Segala informasi yang mendukung angka-angka atau informasi lain yang disajikan dalam laporan keuangan, yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar yang layak untuk menyatakan pendapatnya termasuk bukti audit. Bukti audit yang mendukung laporan keuangan terdiri dari: data akuntansi dan semua informasi penguat (corroborating information) yang tersedia bagi auditor.



2.2  Tipe Bukti Audit
Tipe bukti audit dapat dikelompokkan menjadi dua golongan berikut ini :
1.      Tipe Data Akuntansi
a.       Pengendalian Intern sebagai Bukti
Pengendalian intern yang dibentuk dalam setiap kegiatan perusahaan dapat digunakan untuk mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. Kesalahan yang timbul akan segera dan secara otomatis dapat diketahui dengan adanya pebgecekan silang (cross check) dan cara-cara pembuktian (proof) yang dibentuk di dalamnya. Oleh karena itu, jika auditor mengetahui bahwa klien telah merancang pengendalian intern dan telah melaksanakannya dalam kegiatan usahanya setiap hari, hal ini merupakan bukti audit yang kuat bagi auditor mengenai keandalan informasi yang dicantumkan dalam laporan keuangan.
b.      Catatan Akuntansi sebagai Bukti
Jurnal, buku besar dan buku pembantu merupakan catatan akuntansi yang digunakan oleh klien untuk mengolah transaksi keuangan guna menghasilkan laporan keuangan. Oleh karena itu, pada waktu auditor melakukan verifikasi terhadap suatu jumlah yang tercantum dalam laporan keuangan, ia akan melakukan penelusuran kembali jumlah tersebut melalui catatan akuntansi. Denga demikian, catatan akuntansi merupakan bukti audit bagi auditor mengenai pengolahan transaksi keuangan yang telah dilakukan oleh klien.
Keandalan catatan akuntansi sebagai bukti audit tergantung pada pengendalian intern yang diterapkan dalam penyelenggaraan catatan akuntansi tersebut. Sebagai contoh, jika buku pembantu dipegang oleh karyawan yang tidak memegang buku besar dan secara periodik diadakan rekonsiliasi antara buku pembantu dengan akun kontrol (controlling account) yang berkaitan dalam buku besar dan semua jurnal umum harus mendapat persetujuan tertulis dari manajer akuntansi, maka auditor dapat mengangkat jurnal, buku besar dan buku pembantu sebagai bukti audit yang andal, yang mendukung angka-angka dalam laporan keuangan.
Di samping jurnal, buku besar dan buku pembantu, catatan akuntansi sebagai buku audit meliputi pula rekapitulasi biaya, penjualan dan rekapitulasi angka yang lain, daftar saldo, laporan keuangan intern dan laporan keuangan yang dibuat untuk kepentingan manajemen.
2.      Informasi Penguat
a.       Bukti Fisik
Bukti fisik adalah bukti audit yang diperoleh dengan cara inspeksi atau perhitungan aktiva berwujud. Tipe bukti ini pada umumnya dikumpulkan oleh auditor dalam pemeriksaan terhadap sediaan dan kas. Pemeriksaan teehadap surat berharga, piutang wesel, investasi jangka panjang dan aktiva berwujud juga memerlukan bukti fisik ini.
Pemeriksaan secara fisik terhadap aktiva merupakan cara langsung untuk membuktikan kebenaran adanya aktiva tersebut. Oleh karena itu, untuk jenis aktiva tertentu, bukti fisik dianggap sebagai bukti audit yang paling andal dan bermanfaat.
b.      Bukti Dokumenter
Bukti audit yang paling penting bagi auditor adalah bukti dokumenter. Tipe bukti audit ini dibuat dari kertas bertuliskan huruf dan atau angka atau simbol-simbol yang lain. Menurut sumbernya, bukti dokumenter dapat dibagi menjadi tiga golongan :
1.      Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar yang bebas yang dikirimkan langsung kepada auditor
2.      Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar yang bebas yang disimpan dalam arsip klien.
3.      Bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan dalam organisasi klien
Dalam menilai keandalan bukti dokumenter, auditor harus memperhatikan apakah dokumen tersebut dapat dengan mudah dipalsu atau dibuat oleh karyawan yang tidak jujur. Sebagai contoh, sertifikat saham yang dibuat dari kertas dan cetakan khusus merupakan bukti audit yang tidak mudah untuk dipalsu. Di lain pihak sertifikat wesel tagih akan mudah dibuat hanya dengan mengisi formulir standar yang telah tersedia.
Mutu bukti dokumenter yang terbaik adalah yang dibuat oleh pihak luar yang bebas, yang dikirim langsung kepada auditor tanpa melalui tangan klien. Bukti audit ini diperoleh auditor melalui prosedur audit yang disebut konfirmasi. Konfirmasi adalah penerimaan suatu jawaban tertulis dari pihak yang bebas, yang berisi verifikasi ketelitian informasi yang diminta oleh auditor.
Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar organisasi klien, yang diperlukan oleh auditor, umumnya disimpan dalam arsip klien. Contoh bukti ini adalah rekenig koran bank (bank statement), faktur dari penjual, serifikat wesel tagih, order pembelian dari customer, sertifikat saham dan obligasi. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan tingkat kepercayaan terhadap jenis bukti dokumenter ini adalah apakah dokumen tersebut dapat dengan mudah diubah atau dibuat oleh karyawan dalam organisasi klien. Pada umumnya bukti audit yang berasal dari pihak luar dan disimpan dalam arsip klien ini merupakan bukti audit yang relatif lebih andal bila dibandingkan dengan bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan dalam organisasi klien.
Bagi auditor, bukti dokumenter yang dibuat dan hanya digunakan dalam organisasi klien merupakan bukti audit yang kualitasnya lebih rendah karena tidak adanya pengecekan dari pihak luar yang bebas. Contoh bukti dokumenter ini adalah faktur penjualan, surat order pembelian, bukti pengiriman barang, laporan penerimaan barang, memo kredit dan berbagai macam dokumen yang lain. Tentu saja faktur penjualan dan surat order pembelian yang asli dikirim kepada customer atau pemasok, namun tembusan dokumen-dokumen tersebut, yang tersedia untuk auditor, tidak pernah meniggalkan organisasi klien, sehingga tidak pernah dicek kebenarannya oleh pihak luar. Kepercayaan auditor terhadap jenis dokumen yang dibuat dan hanya digunakan dalam organisasi klien dipengaruhi oleh kekuatan pengendalian intern.
Informasi yang Dikonfirmasi
Konfirmasi Diperoleh dari
Aktiva
1.      Kas di bank
2.      Piutang usaha
3.      Piutang wesel
4.      Sediaan yang dititipkan kepada pihak luar sebagai barang konsinyasi
5.      Sediaan yang disimpan dalam gudang pihak luar

Bank
Debitur
Pembuat wesel

Pihak yang dititpi barang

Perusahaan pergudangan
Utang
6.      Utang usaha
7.      Utang wesel
8.      Persekot dari customer
9.      Utang hipotek
10.  Utang obligasi

Kreditur
Kreditur
Customer
Kreditur
Pemegang saham
Modal
11.  Saham yang beredar

Transfer agent
Informasi lain
12.  Jumlah pertanggungan asuransi
13.  Utang bersyarat

14.  Surat berharga yang dijaminkan dalam penarikan utang

Perusahaan asuransi
Penasihat hukum perusahaan, bank dan sebagainya
Kreditur


Salah satu tipe bukti audit yang penting yang dibuat dalam organisasi klien adalah surat representasi manajemen (letter of representation atau management representation letter). Surat ini dibuat oleh manajer tertentu dalam organisasi klien atas permintaan auditor, yang berisi fakta tertentu mengenai posisi keuangan dan kegiatan perusaahan.
Tujuan auditor meminta surat representasi manajemen adalah untuk menyadarkan manajemen bahwa tanggungjawab atas kewajaran laporan keuangan terletak di tangan manajemen. Meskipun surat representasi manajemen ini merupakan bukti yang penting, tetapi bagi auditor, bukti audit ini tidak membebaskan dirinya dari tugas untuk melakukan verifikasi terhadap informasi yang tercantum dalam surat tersebut. Laporan keuangan sendiri sebenarnya sudah merupakan representasi dari manajemen. Suatu surat yang ditandatangani oleh manajer keuangan, yang menyatakan bahwa semua utang telah dicantumkan dalam neraca merupakan reperesentasi lebih lanjut dari manajemen. Oleh karena itu, surat representasi manajemen tidak setingkat kompetensinya dengan bukti dokumenter lainnya.

2.3  Cukup atau Tidak Bukti Audit
Cukup atau tidaknya bukti audit berkaitan dengan kuantitas bukti yang harus dikumpulkan oleh auditor. Dalam penentuan cukup atau tidaknya jumlah bukti audit yang harus dikumpulkan oleh auditor, pertimbangan professional auditor memegang peranan yang penting. Faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor dalam menentukan cukup atau tidaknya bukti audit adalah :
·         Materialitas dan risiko
·         Faktor ekonomi
·         Ukuran dan karakteristik populasi

a.       Materialitas dan Risiko
Secara umum, untuk akun yang saldonya besar dalam laporan keuangan diperlukan jumlah bukti audit yang lebih banyak bila dibandingkan dengan akun yang bersaldo tidak material. Dengan demikian, jumlah bukti audit yang dikumpulkan oleh auditor dalam memeriksa sediaan di perusahaan manufaktur akan lebih banyak bila dibandingkan dengan bukti audit yang dikumpulkan oleh auditor dalam pemeriksaan terhadap surat berharga.
Untuk akun yang memiliki kemungkinan tinggi untuk disajikan salah dalam pelaporan keuangan, jumlah bukti audit yang dikumpulkan oleh auditor umumnya lebih banyak bila dibandingkan dengan akun yang memiliki kemungkinan kecil untuk salah disajikan dalam laporan keuangan. Karena penyajian sediaan dalam neraca memerlukan penentuan data kuantitas sediaan dan nilai sediaan pada tanggal neraca, resiko salah saji sediaan dalam neraca lebih tinggi bila dibandingkan dengan risiko salah saji tanah.
b.      Faktor Ekonomi
Pengumpulan bukti audit yang dilakukan oleh auditor dibatasi oleh dua faktor yaitu waktu dan biaya. Auditor harus mempertimbangkan faktor ekonomi di dalam menentukan jumlah dan kompetensi bukti audit yang dikumpulkan. Jika dengan memeriksa jumlah bukti yang lebih sedikit dapat diperoleh keyakinan yang sama tingginya dengan pemeriksaan terhadap keseluruhan bukti, auditor memilih untuk memeriksa jumlah bukti yang lebih sedikit berdasarkan pertimbangan ekonomi biaya dan manfaat (cost and benefit).
c.       Ukuran dan Karakteristik Populasi
Dalam pemeriksaan atas unsur-unsur tertentu laporan keuangan, auditor seringakali menggunakan sampling audit. Dalam sampling audit, auditor memilih secara acak sebagian anggota populasi untuk diperiksa karaktersitiknya. Umumnya semakin besar populasi, semakin banyak jumlah bukti audit yang diperiksa oleh auditor.
Kerakterisktik populasi ditentukan oleh homogentias anggota populasi. Jika auditor menghadapi populasi dengan anggota yang homogen, jumlah bukti audit yang dipilih dari populasi tersebut lebih kecil bila dibandingkan dengan populasi yang beranggota hiterogen.

2.4  Kompetensi Bukti Audit
Kompetensi bukti audit berhubungan dengan kualitas atau keandalan data akuntasi dan informasi penguat.
a.       Kompetensi Data Akuntansi
Keandalan catatan akuntasi dipengaruhi secara langsung oleh efektivitas pengendalian intern. Pengendalian intern yang kuat menyebabkan keandalan catatan akuntasi dan bukti-bukti lainnya yang dibuat dalam organisasi klien. Sebalinya, pengendalian klien yang lemah seringkali tidak dapat mencegah atau mendeteksi kekeliruan dan ketidakberesan yang terjadi dalam proses akuntansi.
b.      Kompetensi Informasi Penguat
Kompetensi informasi penguat dipengaruhi oleh berbagai faktor berikut ini :
·         Relevansi
Faktor relevansi berarti bahwa bukti audit harus berkaitan dengan tujuan audit. Jika tujuan audit adalah untuk menentukan eksistensi sediaan yang dicantumkan oleh klien dalam neraca, auditor harus memperoleh bukti dengan melakukan pengamatan terhadap penghitungan fisik sediaan yang dilakukan oleh klien. Namun, bukti audit tersebut tidak akan relevan dengan tujuan audit yang lain, seperti untuk menentukan kepemilikan (asersi hak dan kewajiban) serta asersi penilaian.
·         Sumber
Bukti audit yang berasal dari sumber di luar organisasi klien pada umumnya merupakan bukti yang tingkat kompetensinya dianggap tinggi. Dalam audit, auditor dapat memperoleh informasi secara langsung dengan cara pemeriksaan tangan pertama, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan sendiri oleh auditor tersebut. Auditor juga melakukan pemeriksaan secara tidak langsung, yaitu dengan mengumpulkan informasi tangan kedua. Bukti audit yang diperoleh dengan cara pertama relatif lebih tinggi tingkat kompetensinya bila disbanding dengan bukti audit yang dikumpulkan dengan cara kedua.
·         Ketepatan Waktu
Ketepatan waktu berkaitan dengan tanggal berlakunya bukti yang diperoleh auditor. Ketapatan waktu pemerolehan bukti audit sangat penting dalam memverifikasi aktiva lancar, utang lancar, dan saldo laba rugi yang bersangkutan. Untuk akun-akun yang harus memperoleh bukti bahwa klien telah melakukan pisah batas sememestinya (proper cutoff) transaksi kas, penjualan, dan pembelian pada tanggal neraca. Pemerolehan bukti ini akan mudah dilakukan jika auditor menerapkan prosedur audit pada atau mendekati tanggal neraca. Demikian pula, bukti audit yang diperoleh dari penghitungan fisik terhadap kas dan surat berharga pada tanggal neraca akan memberikan bukti yang lebih baik tentang kuantitas aktiva tersebut yang ada di tangan klien pada tanggal neraca dibandingkan bila bukti tersebut diperoleh auditor pada tanggal lain.
·         Objektivitas
Bukti yang bersifat objektif umumnya dianggap lebih andal dibandingkan dengan bukti yang bersifat subjektif. Sebagai contoh, bukti tentang eksistensi aktiva tetap berwujud akan lebih kompeten bila diperoleh melalui inspeksi fisik, karena secara objektif bukti tersebut lebih konklusif. Bukti yang diperoleh dari pihak luar entitas yang diaudit dipandang lebih bersifat objektif dibandingkan dengan bukti yang hanya bersumber dari klien. Bukti yang mendukung estimasi manajemen tentang keusangan sediaan dan jaminan purna jual produk merupakan bukti yang subjektif sifatnya. Dalam menghadapi bukti yang bersifat subjektif ini, auditor harus mempertimbangkan kompetensi dan integritas karyawan yang diberi wewenang untuk melakukan estimasi dan menilai apakah proses pengambilan keputusan yang semestinya diikuti ileh klien dalam mempertimbangkan estimasi tersebut.

2.5  Bukti Audit sebagai Dasar yang Layak untuk Menyatakan Pendapat Auditor
Kata penting lain yang terdapat dalam standar pekerjaan lapangan ketiga adalah "sebagai dasar yang layak untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit." Standar pekerjaan lapangan ketiga ini tidak mengharuskan auditor untuk menjadikan bukti audit yang dikumpulkannya sebagai suatu dasar yang absolut bagi pendapat yang dinyatakan atas laporan keuangan auditan. Dasar yang layak berkaitan dengan tingkat keyakinan secara keseluruhan yang diperlukan oleh auditor untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan.
Pertimbangan auditor tentang kelayakan bukti audit dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini :
a.       Pertimbangan profesional
Pertimbangan profesional merupakan salah satu faktor yang menentukan keseragaman penerapan mutu dan jumlah bukti yang diperlukan dalam audit. Pernyataan Standar Auditing (PSA) yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia berisi persyaratan tentang bukti audit dan memberikan panduan tentang cara yang harus ditempuh oleh auditor untuk memenuhi persyaratan tersebut. Auditor diharuskan memberikan alasan setiap penyimpangan dari Pernyataan Standar Auditing.
b.      Integritas Manajemen
Manajemen bertanggung jawab atas asersi yang tercantum dalam laporan keuangan. Manajemen juga berada dalam posisi untuk mengendalikan sebagian besar bukti penguat dan data akuntansi yang mendukung laporan keuangan. Oleh karena itu, auditor akan meminta bukti kompeten jika terdapat keraguan terhadap integritas manajemen.
c.       Kepemilikan Publik versus Terbuka
Umumnya auditor memerlukan tingkat keyakinan yang lebih tinggi dalam audit atas laporan keuangan perusahaan publik (misalnya PT yang go public) dibandingkan dengan audit atas laporan keuangan perusahaan yang dimiliki oleh kalangan terbatas (misalnya PT Tertutup). Hal ini disebabkan karena dalam audit atas laporan keuangan perusahaan perusahaan publik, laporan audit digunakan oleh pemakai dari kalangan lebih luas, dan pemakai laporan audit tersebut hanya mengandalkan pengambilan keputusan investasinya terutama atas lapran keuangan auditan.
d.      Kondisi Keuangan
Umumnya jika suatu perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan proses kebangkrutan, pihak-pihak yang berkepentingan, seperti kreditur akan meletakan kesalahan di pundak auditor, karena kegagalan auditor untuk menberikan peringata sebelumnya mengenai memburuknya kondisi keuangan perusahaan. Dalam keadaan ini, auditor harus mempertahankan pendapatnya atas laporan keuangan auditan dan mutu pekerjaan audit yang telah dilaksanakan.

2.6  Perhitungan Sebagai Bukti
Perhitungan yang dilakukan sendiri oleh auditor untuk membuktikan ketelitian perhitungan yang terdapat dalam catatan klien merupakan salah satu bukti audit yang bersifat kuantitatif. Contoh bukti audit ini adalah :
1.      Footing, yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan vertikal.
2.      Cross footing, yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan horizontal.
3.      Pembuktian ketelitian perhitungan biaya depresiasi dengan cara menggunakan tarif depresiasi yang digunakan oleh klien
4.      Pembuktian ketelitian penentuan taksiran kerugian piutang usaha, laba per saham yang beredar, taksiran pajak perseroan dan lain-lain.




a.       Bukti Lisan
Dalam melaksanakan audit, auditor tidak berhubungan dengan angka, namun berhubungan dengan orang, terutama para manajer. Oleh karena itu, dalam rangka mengumpulkan bukti audit, auditor banyak meminta keterangan secara lisan. Permintaan keterangan secara lisan oleh auditor kepada karyawan kliennya tersebut akan menghasilkan informasi tertulis atau lisan. Keterangan yang diminta oleh auditor akan meliputi masalah-masalah yang luas, seperti kebijakan akuntansi, lokasi catatan dan dokumen, alasan penggunaan prinsip akuntansi yang tidak berterima umum di Indonesia, kemungkinan pengumpulan piutang usaha yang sudah lama tidak tertagih, dan kemungkinan adanya utang bersyarat.
Jawaban lisan yang diperoleh dari permintaan keterangan tersebut merupakan tipe bukti lisan. Umumnya bukti lisan tidak cukup, tetapi bukti audit ini dapat menujukkan situasi yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut atau pengumpulan bukti audit lain yang akan menguatkan bukti lisan tersebut.
b.      Perbandingan
Untuk menentukan akun atau transaksi yang akan dipisahkan guna penyelidikan yang lebih intensif, auditor melakukan analisis terhadap perbandingan setiap aktiva, utang, penghasilan dan biaya dengan saldo yang berkaitan dalam tahun sebelumnya. Jika terdapat perubahan yang bersifat luar biasa, diadakan penyelidikan sampai auditor memperoleh alasan yang masuk akal mengenai penyebabnya. Sebagai contoh, tipe bukti audit ini adalah perbandingan jumlah biaya reparasi dan pemeliharaan aktiva tetap tahun tertentu dengan tahun sebelumnya, jika perbedannya cukup signifikan, auditor kemudian mencari informasi penyebab terjadinya perubahan biaya tersebut.
Di samping membandingkan jumlah rupiah dari tahun ke tahun, auditor juga mempelajari hubungan persentase berbagai unsur dalam laporan keuangan. Bukti audit berupa perbandingan dan ratio ini dikumpulkan oleh auditor pada awal audit untuk membantu penentuan objek audit yang memerlukan penyelidikan yang mendalam dan diperiksa kembali pada akhir audit untuk menguatkan kesimpulan-kesimpulan yang dibuat atas dasar bukti –bukti lain.
c.       Bukti dari Spesialis
Spesialis adalah seorang atau perusahaan yang memiliki keahlian atau pengetahuan khusus dalam bidang selain akuntansi dan auditing. Contohnya adalah, pengacara, insinyur sipil, geologist, penilai (appraiser).
Berbagai contoh tipe masalah yang kemungkinan menurut pertimbangan auditor memerlukan pekerjaan spesialis meliputi, namun tidak terbatas pada hal-hal berikut ini :
a.       Penilaian (misalnya karya seni, obat-obatan khusus, dan restricted securities)
b.      Penentuan karakteristik fisik yang berhubungan dengan kuantitas yang tersedia atau kondisi (misalnya cadangan mineral atau tumpukan bahan baku yang ada di gudang).
c.       Penentuan nilai yang diperoleh dengan menggunakan teknik atau metode khusus (misalnya beberapa perhitungan actuarial)
d.      Penafsiran persyaratan teknis, peraturan atau persetujuan (misalnya pengaruh potensial kontrak atau dokumen hokum lainnya, atau hak atas properti)
Dalam audit terhadap sediaan, auditor bukan orang yang ahli dalam menentukan mutu sediaan. Begitu juga dalam hal penentuan besarnya cadangan sumber alam yang terkandung dalam tanah, auditor harus mengadakan konsultasi dengan spesialis yang sesuai, yaitu geologist. Pada umumnya spesialis yang digunakan oleh auditor bukan orang atau perusahaan yang mempunyai hubungan dengan klien. Penentuan persyaratan keahlian dan nama baik spesialis sepenuhnya berada di tangan auditor.
Auditor harus membuat surat perjanjian kerja dengan spesialis, tetapi tidak boleh menerima begitu saja hasil-hasil penemuan spesialis tersebut. Ia harus memahami metode-metode dan asumsi-asumsi yang digunakan oleh spesialis tersebut dan harus melakukan pengujian terhadap data akuntansi yang diserahkan oleh klien kepada spesialis tersebut. Auditor dapat menerima hasil penemuan spesilalis tersebut sebagai bukti audit yang andal, kecuali jika menurut hasil pengujiannya menyebabkan ia berkesimpulan bahwa hasil penemuan spesialis sebagai bukti audit yang kompeten, hasil kerja spesialis tersebut tidak perlu disebut dalam laporan auditor yang berisi pendapat wajar. Panduan penggunaan bukti audit dari spesialis diatur dalam SA seksi 336 Penggunaan Pekerjaan Spesialis.
2.7 Prosedur Audit
Prosedur audit adalah instruksi rinci untuk mengumpulkan tipe bukti audit tertentu yang harus diperoleh pada saat tertentu dalam audit. Prosedur audit yang disebutkan dalam standar tersebut meliputi inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi.
Disamping auditor memakai prosedur audit yang disebutkan dalam standar tersebut, auditor melaksanakan berbagai prosedur audit lainnya. Prosedur audit lain tersebut meliputi penelusuran, pemeriksaan bukti pendukung, penghitungan dan scanning. Dengan demikian prosedur audit yang biasa dilakukan oleh auditor meliputi :
1.      Inspeksi
Inspeksi merupakan pemeriksaan secara rinci terhadap dokumen atau kondisi fisik sesuatu. Prosedur audit ini banyak dilakukan oleh auditor. Dengan melakukan inspeksi terhadap sebuah dokumen, auditor akan dapat menentukan keaslian dokumen tersebut. Dengan melakukan inspeksi terhadap kondisi fisik suatu aktiva tetap misalnya, auditor akan dapat memperoleh informasi mengenai eksistensi dan keadaan fisik aktiva tersebut.
2.      Pengamatan
Pengamatan atau observasi merupakan prosedur audit yang digunakan oleh auditor untuk melihat atau meyaksikan pelaksanaan suatu kegiatan. Contoh kegiatan yang biasa diamati oleh auditor dalam auditnya adalah penghitungan fisik sediaan yang ada di gudang klien, pembuatan dan persetujuan voucher, cara penyimpanan kas yang ada di tangan klien. Dengan pengamatan ini auditor akan dapat memperoleh bukti visual mengenai pelaksanaan suatu kegiatan. Objek yang diamati auditor adalah karyawan, prosedur dan proses.
3.      Konfirmasi
Konfirmasi merupakan bentuk penyelidikan yang memungkinkan auditor memperoleh informasi secara langsung dari pihak ketiga yang bebas. Prosedur yang biasa ditempuh oleh auditor dalam konfirmasi ini adalah sebagai berikut :
1.      Auditor meminta dari klien untuk menanyakan informasi tertentu kepada pihak luar.
2.      Klien meminta kepada pihak luar yang ditunjuk oleh auditor untuk memberikan jawaban langsung kepada auditor mengenai informasi yang ditanyakan oleh auditor tersebut.
3.      Auditor menerima jawaban langsung dari pihak ketiga tersebut.
4.      Permintaan keterangan
Permintaan keterangan merupakan prosedur audit yang dilakukan dengan meminta keterangan secara lisan. Bukti audit yang dihasilkan dari prosedur ini adalah bukti lisan dan bukti dokumenter. Contoh prosedur audit ini adalah permintaan keterangan auditor mengenai tingkat keusangan sediaan yang ada di gudang, permintaan keterangan yang diajukan kepada penasihat hukum klien mengenai kemungkinan keputusan perkara pengadilan yang sedang ditangani oleh penasihat hukum tersebut.
5.      Penelusuran
Dalam melaksanakan prosedur audit ini, auditor melakukan penelusuran informasi sejak mula-mula data tersebut direkam pertama kali dalam dokumen, dilanjutkan dengan pelacakan pengolahan data tersebut dalam proses akuntansi. Prosedur audit ini terutama diterapkan terhadap bukti dokumenter. Contoh prosedur penelusuran yang dilakukan oleh auditor adalah pemeriksaan terhadap transaksi penjualan yang dimulai oleh auditor dengan memeriksa informasi dalam surat order dari customer, diusut kemudian dengan informasi yang berkaitan dalam surat order penjualan, laporan pengiriman barang, faktur penjualan, dan akun piutang usaha dalam buku pembantu piutang usaha. Penelusuran dilakukan dengan tujuan untuk menentukan ketelitian dan kelengkapan catatan akuntansi.
6.      Pemeriksaan dokumen pendukung
Pemeriksaan dokumen pendukung (vouching) merupakan prosedur audit yang meliputi:
1.      Inspeksi terhadap dokumen-dokumen yang mendukung suatu transaksi atau data keuangan untuk menentukan kewajaran dan kebenarannya.
2.      Pembandingan dokumen tersebut dengan catatan akuntansi yang berkaitan.
Prosedur audit ini berlawanan arahnya dengan prosedur penelusuran. Dalam penelusuran, bertolak dari dokumen kemudian mengusut pencatatannya ke dalam catatan-catatan akuntansi yang berkaitan, sedangkan dalam vouching, auditor bertolak dari catatan akuntansi, kembali memeriksa dokumen-dokumen yang mendukung informasi yang dicatat dalam catatan tersebut. Prosedur ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memperoleh bukti audit mengenai kebenaran perlakuan akuntansi terhadap transaksi yang terjadi.
7.      Penghitungan (counting)
Prosedur audit ini meliputi :
1.      Penghitungan fisik terhadap sumber daya berwujud seperti kas atau sediaan tangan
2.      Pertanggungjawaban semua formulir bernomor urut tercetak.
Penghitungan fisik digunakan untuk mengevaluasi bukti fisik kuantitas yang ada ditangan, sedangkan pertanggungjawaban formulir bernomor urut tercetak digunakan untuk mengevaluasi bukti dokumenter yang mendukung kelengkapan kelengkapan catatan akuntansi.
8.      Scanning
Scanning merupakan review secara cepat terhadap dokumen, catatan dan daftar untuk mendeteksi unsur-unsur yang tampak tidak biasa yang memerlukan penyelidikan lebih mendalam.
9.      Pelaksanaan ulang (reperforming)
Prosedur audit ini merupakan pengulangan aktivitas yang dilaksanakan oleh klien. Umumnya pelaksanaan ulang diterapkan pada penghitungan dan rekonsiliasi yang telah dilakukan oleh klien. Contohnya adalah penghitungan ulang jumlah total dalam jurnal, perhitungan ulang biaya depresiasi, biaya bunga terutang, perkalian antara kuantitas dengan harga satuan dalam inventory summary sheers, dan penghitungan ulang penjumlahan dalam rekonsiliasi bank.
10.  Teknik audit berbantuan komputer (computer-assisted audit techniques)
Bilamana catatan akuntansi klien diselanggarakan dalam media elektronik, auditor perlu menggunakan computer-assisted audit techniques dalam menggunakan berbagai prosedur audit yang dijelaskan di atas. Sebagai contoh, auditor menggunakan suatu computer audit software tertentu dalam melaksanakan penghitungan jumlah saldo piutang usaha menurut buku pembantu piutang usaha, pemilihan nama debitur yang akan dikirimu surat konfirmasi, penghitungan berbagai ratio dalam prosedur analitik, perbandingan unsur data yang terdapat dalam berbagai files. SA seksi 327 Teknik Audit Berbantuan Komputer memberikan panduan bagi auditor tentang penggunaan komputer dalam audit di lingkungan sistem informasi komputer.
Gambar berikut ini memperlihatkan hubungan antara tipe bukti audit dan prosedur audit yang biasa digunakan oleh auditor untuk mendapatkan bukti audit.
Tipe Bukti
Prosedur Audit
Contoh Penerapan Prosedur Audit
Bukti fisik
Inspeksi

Penghitungan
Inspeksi mesin pabrik

Penghitungan kas
Bukti dokumenter
Konfirmasi
Inspeksi
Penelusuran

Wawancara
Konfirmasi saldo bank
Inspeksi faktur penjualan
Menelusuri faktur penjualan ke dalam kartu piutang usaha
Wawancara dengan penasihat hukum klien menghasilkan surat pernyataan dari penasihat hukum tersebut
Bukti perhitungan
Penghitungan kembali
Footing terhadap jurnal penjualan
Cross-footing terhadap jurnal pembelian
Bukti lisan
Wawancara
Meminta keterangan tentang tingkat keusangan sediaan di gudang
Bukti perbandingan
Prosedur analitik
Membandingkan realisasi penjualan dengan anggarannya

2.8 Keputusan Yang Harus Diambil Oleh Auditor Berkaitan Dengan Bukti Audit
Dalam proses pengumpulan bukti audit, auditor melakukan empat pengambilan keputusan yang saling berkaitan, yaitu :
1.      Penentuan Prosedur Audit yang Akan Digunakan
Untuk mengumpulkan bukti audit, auditor menggunakan prosedur audit. Contoh prosedur audit disajikan berikut ini :
1.      Hitung penerimaan kas yang belum disetor pada tanggal neraca dan awasi uang kas tersebut sampai dengan saat penyetoran ke bank.
2.      Mintalah cut-off bank statement dari bank kira-kira untuk jangka waktu dua minggu setelah tanggal neraca
3.      Lakukan pengamatan terhadap penghitungan fisik sediaan yang diselenggarakan oleh klien.
Daftar prosedur audit untuk seluruh audit unsur tertentu disebut program audit. Pada umumnya program audit juga menyebutkan besarnya sampel, tanggal pelaksanaan prosedur audit, dan pelaksana prosedur audit tersebut.
2.      Penentuan Besarnya Sampel
Jika prosedur audit telah ditetapkan, auditor dapat menentukan besarnya sampel yang berbeda dari satu unsur dengan unsur yang lain dalam populasi yang sedang diperiksa. Keputusan mengenai banyak unsur yang harus diuji harus diambil oleh auditor untuk setiap prosedur audit. Besarnya sampel akan berbed-beda diantara audit yang satu dengan audit yang lain dan dari prosedur yang satu ke prosedur audit yang lain.
3.      Penentuan Unsur Tertentu yang Dipilih Sebagai Anggota Sampel
Setelah besarnya sampel ditentukan untuk prosedur audit tertentu, auditor masih harus memutuskan unsur mana yang akan dipilih sebagai anggota sampel untuk diperiksa. Sebagai contoh, auditor telah menentukan bahwa 400 faktur penjualan dari populasi sebesar 1500 akan diperiksa mengenai otorisasi dan ketelitian yang tercantum di dalamnya. Auditor dapat menggunakan beberapa metode yang berbeda untuk memilih 400 faktur penjualan dari popuasi tersebut. Tiga metode yang mungkin digunakan oleh auditor adalah memilih minggu tertentu sebagai periode pengujian (test period) dan memeriksa 400 faktur penjualan pertama yang dibuat dalam minggu tersebut, memilih 400 faktur penjualan yang berisi total rupiah di atas Rp.40.000, memilih 400 faktur penjualan tersebut secara acak.
4.      Penentuan Waktu yang Cocok untuk melaksanakan Prosedur Audit
Karena audit terhadap laporan keuangan meliputi suatu jangka waktu tertentu, biasanya 1 tahun, maka auditor dapat mulai mengumpulkan bukti audit segera setelah awal tahun. Dan karena audit biasanya baru dapat diselesaikan beberapa minggu atau bulan setelah tanggal neraca, maka prosedur audit dapat digunakan pada awal tahun yang diaudit, akhir tahun yang diaudit, atau beberapa minggu atau bulan setelah tanggal neraca. Umumnya. Klien menghendaki audit diselesaikan dalam jangka waktu satu sampai dengan tiga bulan setelah tanggal neraca.








BAB III
PEMBAHASAN

3.1  Contoh Kasus
Contoh Kasus Fraud yang terjadi pada PT. KIMIA FARMA:
PT Kimia Farma merupakan salah satu dari produsen obat-obatan milik pemerintah yang ada di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih yaitu sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa(HTM).
Namun, Kementrian BUMN dan BAPEPAM menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali dan hasilnya telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar.
Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang telah dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar. Diduga upaya penggelembungan dana yang dilakukan oleh pihak direksi Kimia Farma, dilakukan untuk menarik para investor untuk menanamkan modalnya kepada PT. Kimia Farma.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan pada tanggal 1 dan 3 Februari2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001.
Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut. Sebagai akibat dari kejadiannya, ini maka PT Kimia Farma dikenakan denda sebesar Rp 500 juta, direksi lama PT Kimia Farma terkena denda Rp 1 miliar, serta partner HTM yang mengaudit Kimia Farma didenda sebesar 100 juta rupiah. Kesalahan yang dilakukan oleh partner HTM tersebut adalah bahwa ia tidak berhasil mengatasi risiko audit dalam mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan PT Kimia Farma, walaupun ia telah menjalankan audit sesuai SPAP.

3.2  Pembahasan Kasus
Menurut kami dalam kasus PT. Kimia Farma ini melibatkan direktur produksi  PT. Kimia Farma dan KAP Hans Tuanakotta & Mustofa(HTM) yang mengaudit laporan dari PT Kimia Farma dan melakukan kecurangan yang mendasar dengan melaporkan laba bersih sebesar 132 milyar. Kecurangan ini terkait dengan Bukti audit yang memanipulasi data akuntansi yaitu dengan melakukan pencatatan ganda atas penjualan. Kecurangan tersebut dilakukan untuk menarik para investor agar menanamkan modalnya pada PT. Kimia Farma.
Seharusnya dalam laporan audit, bukti yang dilaporkan harus sesuai dengan kompetensi bukti audit yang berhubungan dengan kualitas atau keandalan data akuntansi dan informasi penguat, yaitu terdiri dari :
a.       Kompetensi Data Akuntansi
b.      Kompetensi Informasi Penguat, yang terdiri dari:
·         Relevansi
·         Sumber
·         Ketepatan Waktu
·         Objektivitas
Kesalahan yang dilakukan oleh KAP Hans Tuanakotta & Mustofa(HTM) adalah gagal mendeteksi kecurangan yang dilakukan oleh PT. Kima Farma. hal ini terjadi mungkin dikarenakan kekeliruan KAP tersebut dalam mengaudit laporan keuangannya. Bagi auditor, bukti dokumenter yang dibuat dan hanya digunakan dalam organisasi klien merupakan bukti audit yang kualitasnya lebih rendah karena tidak adanya pengecekan dari pihak luar yang bebas. Contoh bukti dokumenter ini adalah faktur penjualan, surat order pembelian, bukti pengiriman barang, laporan penerimaan barang, memo kredit dan berbagai macam dokumen yang lain. Tentu saja faktur penjualan dan surat order pembelian yang asli dikirim kepada customer atau pemasok, namun tembusan dokumen-dokumen tersebut, yang tersedia untuk auditor, tidak pernah meniggalkan organisasi klien, sehingga tidak pernah dicek kebenarannya oleh pihak luar. Kepercayaan auditor terhadap jenis dokumen yang dibuat dan hanya digunakan dalam organisasi klien dipengaruhi oleh kekuatan pengendalian intern.










BAB IV
PENUTUP

4.1  Kesimpulan
Bukti audit adalah semua hal yang berpengaruh kepada keputusan audit diperoleh berdasarkan aplikasi teknik audit dan tergantung dari wewenang, prinsip atau nilai yang diterima semua pihak, daya persepsi, pengalaman atau kejadian selanjutnya, dan intuisi. Segala informasi yang mendukung angka-angka atau informasi lain yang disajikan dalam laporan keuangan, yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar yang layak untuk menyatakan pendapatnya termasuk bukti audit. Bukti audit yang mendukung laporan keuangan terdiri dari: data akuntansi dan semua informasi penguat (corroborating information) yang tersedia bagi auditor.
Tipe bukti audit dapat dikelompokkan menjadi dua golongan berikut ini :
1.      Tipe Data Akuntansi
Tipe data akuntasi terdiri dari :
·         Pengendalian Intern sebagai Bukti
·         Catatan Akuntansi sebagai Bukti
2.      Informasi Penguat
Informasi Penguat terdiri dari :
·         Bukti Fisik
·         Bukti Dokumenter
Cukup atau tidaknya bukti audit berkaitan dengan kuantitas bukti yang harus dikumpulkan oleh auditor. Faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor dalam menentukan cukup atau tidaknya bukti audit adalah :
1.      Materialitas dan risiko
2.      Faktor ekonomi
3.      Ukuran dan karakteristik populasi
Kompetensi bukti audit berhubungan dengan kualitas atau keandalan data akuntasi dan informasi penguat.
1.      Kompetensi Data Akuntansi
      Keandalan catatan akuntasi dipengaruhi secara langsung oleh efektivitas pengendalian intern. Pengendalian intern yang kuat menyebabkan keandalan catatan akuntasi dan bukti-bukti lainnya yang dibuat dalam organisasi klien. Sebalinya, pengendalian klien yang lemah seringkali tidak dapat mencegah atau mendeteksi kekeliruan dan ketidakberesan yang terjadi dalam proses akuntansi.
2.      Kompetensi Informasi Penguat
Kompetensi informasi penguat dipengaruhi oleh berbagai faktor berikut ini :
·         Relevansi
·         Sumber
·         Ketepatan Waktu
·         Objektivitas


Tidak ada komentar:

Posting Komentar